Beranda | Artikel
Syarat-Syarat Menjadi Dai
Minggu, 4 Oktober 2015

Apakah menjadi da’i harus memenuhi syarat-syarat tertentu? Simak penjelasan syarat menjadi da’i menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berikut ini.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Da’i ilallah (yang mengajak ke jalan Allah) Subhanahu wa ta’ala mereka mengerjakan salah satu aktifitas yang paling terbaik. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنْ الْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”” (QS. Fushilat: 33).

Namun untuk menjadi seorang da’i harus memenuhi beberapa syarat menjadi da’i berikut ini:

Pertama: hendaknya ia mengilmu apa yang ia dakwahkan. Yaitu ia memiliki ilmu tentang syariat Allah hingga ia tidak mendakwahkan orang kepada kesesatan dalam keadaan tidak menyadarinya atau tidak mengetahuinya. Maka seorang da’i itu harus belajar terlebih dahulu mengenai apa-apa yang hendak ia dakwahkan dan mempelajari amalan-amalan yang akan ia dakwahkan, mempelajari pendapat-pendapat yang akan ia dakwahkan, mempelajari apa saja amalan-amalan yang dilarang agama, dan semisalnya

Kedua: hendaknya ia memahami kondisi orang-orang yang didakwahi. Karena objek dakwah itu bermacam-macam keadaannya. Di antara mereka ada yang memiliki ilmu sehingga da’i membutuhkan kekuatan ilmu dalam debat dan diskusi. Di antara mereka ada yang tidak berilmu. Di antara mereka ada yang keras kepala, dan ada pula yang tidak keras kepala. Intinya keadaan mereka berbeda-beda, bahkan penerapan hukumnya juga akan berbeda karena perbedaan kondisinya. Oleh karena itu ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengutus Muadz ke Yaman beliau bersabda:

إنك تأتي قوماً أهل كتاب

engkau akan mendatangi sebuah kaum dari ahlul kitab

Rasulullah menjelaskan kepada Muadz mengenai keadaan objek dakwahnya, sehingga ia siap untuk menyikapi mereka dengan sikap yang sesuai.

Ketiga: hendaknya bersikap hikmah dalam dakwahnya. Yaitu ia menyikapi orang yang didakwahi dengan sikap yang sesuai dan menyikapi setiap persoalan dengan sikap yang sesuai pula. Kemudian ia memulai dakwahnya dari hal yang paling urgen baru setelah itu hal yang urgensinya dibawahnya. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika mengutus Muadz ke Yaman beliau bersabda:

وليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمد رسول الله فإن هم أجابوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة فإن هم أجابوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم وترد على فقرائهم

hendaklah yang pertama engkau sampaikan kepada mereka ialah syahadat “La ilaha illallah Muhammad Rasulullah”. Jika mereka telah mematuhi apa yang engkau dakwahkan itu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu dakwahkan itu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang faqir di antara mereka”” (HR. Bukhari – Muslim).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengurutkan prioritas dakwah sesuai dengan tingkat urgensinya. Bukan sikap yang hikmah jika engkau melihat orang yang kafir sedang merokok lalu engkau larang ia merokok sebelum mengajaknya kepada Islam. Ini adalah poin yang sangat penting yang banyak dilalaikan pada da’i, karena banyak diantara mereka begitu terikat pada perkara-perkara parsial tanpa melihat secara komprehensif.

Keempat: hendaknya da’i memiliki akhlak yang baik dalam perkataan, perbuatan, dan penampilan yang baik. Maksudnya penampilan yang baik adalah penampilan yang layak untuk seorang da’i. Juga perbuatannya dan perkataannya layak untuk seorang da’i. Yaitu hendaknya ia berhati-hati dan tenang dalam berkata dan berbuat, memiliki pandangan yang mendalam. Sehingga ia tidak mengesankan bahwa agama itu sulit, selama masih bisa untuk dihindari kesan tersebut. Dan hendaknya ia tidak mengambil sikap yang keras selama masih bisa berlemah lembut.

Demikianlah semestinya seorang insan ketika ia hendak berdakwah kepada orang-orang kepada agama Allah. Karena banyak orang yang berdakwah kepada orang-orang terkadang ia perbuatan dan perkataannya tidak mencerminkan apa yang ia dakwahkan, karena menyelesihi apa yang ia dakwahkan sendiri.

Padahal ada sebagian orang yang sudah menjadi da’i bil haal (dakwah dengan praktek) sebelum ia berdakwah dengan lisannya (ceramah), yaitu ketika orang-orang melihatnya mereka bisa mengingat Allah ‘azza wa jalla, hati mereka jadi tenang, dan mereka punya kecondongan hati pada kebenaran.

Maka hendaknya para da’i memperhatikan masalah-masalah ini agar dakwahnya diterima orang-orang dengan lebih sempurna.

(Fatawa Nuurun ‘alad Darb, 2/24)

Semoga penjelasan singkat tentang syarat menjadi da’i ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

Baca Juga: Ciri-Ciri Da’i Sukses

***

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

🔍 Ceramah Islam Tentang Narkoba, Batas Waktu Shalat Ashar, Kisah Nyata Religi, Syekh Abdul Aziz Bin Baz, Pesantren Sunnah Di Bekasi


Artikel asli: https://muslim.or.id/26662-syarat-syarat-menjadi-dai.html